Rabu, 26 Juli 2017

MENUJU KESEMPURNAAN MELALUI CINTA KASIH TULUS IKHLAS


       Manusia di dunia sesungguhnya lahir dalam keberuntungan, akan tapi tidak semua orang memahami dan menghargainya. avidya semasa hidupnya, menciptakan akumulasi karma buruk yang bertumpuk-tumpuk, sehingga orang tersebut akan terus berada dalam siklus punarbawa dan susah mencapai jagadhita dan juga moksa. Secara hakiki segala sesuatu di dunia ini berasal dari Tuhan, bila semuanya berasal dari Tuhan, apakah yang mungkin kita persembahkan kepada-Nya? Satu-satunya yang dapat kita persembahkan adalah Cinta Kasih. Hanya itulah yang diharapkan-Nya dari kita. Demi kepuasan manusiawi, kita memberi nama dan wujud kepada Tuhan, tetapi sesungguhnya ia sama sekali tidak berwujud. Namun, ia mengambil suatu wujud sehingga kita dapat memuja dan mengagumi-Nya, berbakti dan mencintai-Nya. Dengan demikian cita rasa spiritual kita akan terpenuhi. Untuk kepuasan sendirilah kita memberi nama dan wujud kepada Tuhan dan menggunakan hal itu untuk memuja-Nya. Apapun wujud Tuhan yang kita pilih dan kita ikuti, asal kita memuja-nya dengan Cinta Kasih, maka Beliau akan mengenang kita selamanya dan memberikan anugrah-Nya. Anugrah Tuhan kepada pencinta-Nya tidak dibedakan atas kasta, kepercayaan, jenis kelamin, atau perbedaan perbedaan lain. Dalam Bg. IX 29. Sri Krisna bersabda : 
Samo ‘ham Sarva-Bhutesu                          
Na me dvesya ‘Sti Na Priyah
Ye Bhajanti Tu Mam Bhaktya
Mayite Tesu Capy Aham
 Terjemahanya: Aku tidak iri hati pada siapapun, dan aku juga tidak berat sebelah pada siapapun. Aku bersikap yang sama terhadap semuanya. Tetapi siapapun yang mengabdikan diri kepada-Ku dalam Bhakti, adalah kawan, dia berada didalam diri-Ku dan akupun kawan baginya”.

Seorang perampok seperti Ratnakara menjadi Walmiki yang agung karena cintanya kepada Tuhan. Prahlada adalah putra raja raksasa, namun ia menjadi mansyur dan suci, karena cinta kasihnya kepada Tuhan. Dengan menyebut nama Sri Rama, Hanuman yang hanya seekor kera dapat mencapai kesempurnaan. Jatayu adalah seekor burung, tetapi karena cinta kasihnya kepada Sri Rama, ketika meninggal, ia mencapai kesempurnaan menunggal dengan Tuhan. Demikian pula halnya dengan Ramakrishna Paramahamsa seorang yang buta huruf, tetapi pikiran dan perasaannya selalu tenggelam dalam pemujaannya kepada ibu dewi dengan hati yang senantiasa penuh cinta kasih. Ia tidak berminat dengan pendidikan lain, ia mengabdikan seluruh hidupnya dengan memuja Tuhan sebagai Ibu Dewata dan hidup hanya dengan lima rupee sebulan, itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Walau ia tidak berpendidikan tinggi dalam pengetahuan duniawi, tetapi kini seluruh dunia menghormatinya dan dimana-mana kita akan menjumpai misi Ramakrishna.

Karena cinta kasih, Tuhan membiarkan diri-Nya terkurung dihati pemuja-Nya. Ada satu ilustrasi yang dikutip dari wejangan Bhagawan Sri Sathya Sai Baba : Pada suatu hari, Rsi Narada menghadap Tuhan. Tuhan bertanya kepadanya, “Narada, dalam penjelajahanmu dialam ini, apakah engkau menemukan rahasia Ciptaan? Mengertikah engkau rahasia yang ada dibalik Alam ini? Dari segala ciptaan itu, manakah yang paling penting? Kemanapun engkau memandang, engkau akan menemukan lima unsur, yaitu; Tanah, Air, Api, Udara, dan Ether. Dari kelima unsur itu, manakah yang memiliki tempat utama? Narada berpikir sejenak kemudian menjawab, “ya, Tuhanku, unsur yang paling padat besar dan paling penting tentunya tanah. Tuhan bertanya lagi, “Bagaimana mungkin tanah yang terhebat, jika ¾ bumi ini adalah air? Tanah yang sebesar itu tertelan oleh air. Mana yang lebih hebat, yang tertela atau yang menelan? “Narada mengatakan air pastilah yang lebih besar karena telah menelan tanah bumi.

Tuhan melanjutkan pertanyaan-Nya. Beliau berkata, “Tetapi Narada, cerita kuno mengatakan, ketika setan-setan bersembunyi di air, Rsi Agastya datang untuk mencari mereka dan ia menalan seluruh samudra dengan sekali teguk saja. Manakah yang kau anggap paling besar, Agastya atau samudra? “Narada setuju bahwa Agastyalah yang paling besar. “Tetapi kata Tuhan lagi, “Ketika Agastya meninggalkan raganya, ia menjadi bintang kutub diangkasa. Tokoh seagung Agastya kini hanya tampak sebagai bintang kecil dilangit yang amat luas. Lalu, manakah yang kau anggap lebih besar Agastya atau Langit? Narada menjawab, “Tentu langitlah yang paling besar dibandingkan Agastya”. Kemudian Tuhan bertanya, Namun, ketika Yang Maha Kuasa menjelma sebagai Wamana Awatara, beliau menginjakkan satu kaki diatas langit dan bumi, Menurut pendapatmu, manakah yang lebih besar kaki Tuhan atau langit? “oh, tentu kaki Tuhan yang lebih besar”, jawab Narada. Lalu Tuhan bertanya kembali, “jika kaki-Nya saja begitu besar, bagaimana wujud-Nya yang tak terhingga?” Sekarang Narada merasa bahwa ia sudah sampai pada satu kesimpulan. “ya, katanya dengan riang, Tuhanlah yang paling besar. Ia maha besar tak terhingga. Dalam alam semesta ini tak ada yang lebih besar. Tetapi, Tuhan masih mempunyai satu pertanyaan, Bagaimana dengan bhakta yang penuh cinta kasih yang mampu “mengurung Tuhan dalam hatinya”, Narada harus mengakui bahwa Bhakta yang penuh cinta kasih itu harus diutamakan diatas segala-galanya, bahkan melebihi Yang Maha Kuasa.

Kekuatan yang demikian besar, bahkan yang mampu mengikat Tuhan ada pada setiap orang yang memiliki cinta kasih kepada Tuhan. Bagaimanapun hebat dan besarnya suatu kemampuan, betapapun mulia dan dahsyatnya, bila dapat diikat oleh kemampuan lain, maka kemampuan yang mengikat itu harus dianggap lebih utama. Kekuatan Tuhan yang mengagumkan, kekuatan Tuhan yang menggatarkan dapat diikat oleh Bhakta yang penuh cinta kasih. Demikianlah keutamaan cinta kasih.

Mencintai dan mengasihi Tuhan memang tidak mudah, Beliau tidak langsung bisa kita sentuh dengan tangan material ini. Berbeda dengan Tokoh-Tokoh yang saya sebutkat diatas, yang sudah bertangan spiritual. Walaupun kita tidak serta merta memiliki cinta kasih seperti yang dicontohkan di atas, tetapi kita bisa belajar untuk mencintai dan mengasihi Tuhan mulai sekarang, Bagaimana caranya? Cintailah dan kasihilah makhluk hidup ciptaan-Nya. Ingatlah bahwa setiap makhluk pasti ada unsure ketuhanan. Dengan mencintai dan mengasihi ciptaan-Nya, berarti kita sudah mencintai dan mengasihi Beliau sendiri. Semoga kita bisa menjalani kehidupan material dan spiritual dengan penuh cinta kasih.


Naskah Dharmawacana
Sumber:  http://phdi.or.id/